Rabu, 29 Mei 2013

RESPONDING PAPER KELOMPOK 8


RESPONDING PAPER AGAMA SHINTO KUNO
OLEH : RITA HARDIANTI
1.      Sejarah
Shinto adalah kata majemuk daripada “Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti lafdziah “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata “Yang”. Dengan melihat hubungan nama “Shinto” ini, maka kemungkinan besar Shintoisme dipengaruhi faham keagamaan dari Tiongkok. Sedangkan Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang.Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan pegangan hidup.
Shintoisme (agama Shinto) pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam.Shintoisme dipandang oleh bangsa Jepang sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang yang telah berabad-abad hidup di Jepang, bahkan faham ini timbul daripada mitos-mitos yang berhubungan dengan terjadinya negara Jepang.
Setelah abad ketujuh belas timbul lagi gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran Shinto murni di bawah pelopor Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain dengan tujuan bangsa Jepang ingin membedakan “Badsudo” (jalannya Buddha) dengan “Kami” (roh-roh yang dianggap dewa oleh bangsa Jepang) untuk mempertahankan kelangsungankepercayaannya.
Pada abad kesembilan belas tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi agama negara yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta pemeluknya. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan politik negara.
2.      Kepercayaan agama Shinto
Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan “Kami”.
Istilah “Kami” dalam agama Shinto dapat diartikan dengan “di atas” atau “unggul”, sehingga apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata “Kami” dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi bangsa Jepang kata “Kami” tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda pengertiannya dengan pengertian objek-objek pemujaan yang ada dalam agama lain. Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa bertambah, hal ini diungkapkan dalam istilah “Yao-Yarozuno Kami” yang berarti “delapan miliun dewa”. Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang positif.Sebuah angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung, maha sempurna, maha suci dan maha murah.Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10, 50, 100, 500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah para dewa itu tidak terbatas jumlahnya.
konsepsi kedewaan agama Shinto, yaitu :
1.      Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus dipuja secara langsung.
2.      Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang sudah meninggal.
3.      Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi dan berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.



3.      Kitab suci agama Shinto
Kitab suci yang tertua dalam agama Shinto itu ada dua buah, akan tetapi disusun sepuluh abad setelah meninggalnya Jimmu Tenno sang Kaisar Jepang yang pertama, dan dua buah laki disusun pada masa belakangan, keempat kitab itu adalah :
1.      Kojiki, yang bermakna : catatan peristiwa purbakala disusun pada tahun 712 M, setelah Kekaisaran Jepang berkedudukan di Nara yang pada waktu itu ibu kota Nara dibangun pada tahun 710 M, arsitek ini seperti ibukota Changan di Tiongkok.
2.      Nihonji, yang bermakna : riwayat Jepang, disusun pada tahun 720 M oleh penulis yang sama dengan dibantu sang pangeran di istananya.
3.      Yengishiki, yang bermakna : berbagai lembaga pada masa Yengi. Kitab itu disusun pada abad ke 10 M terdiri atas lima puluh bab. Dan sepuluh bab yang pertama berisikan ulasan kisah-kisah purbakala yang bersifat kultus. Dan dilanjutkan dengan kisah selanjutnya sampai abad ke 10 M, tetapi inti dari kitab ini ialah mencatat 25 buah Nurito, yakni do’a-do’a, atau pujaan yang sangat panjang pada berbagai macam upacara keagamaan.
4.      Manyoshiu, yang bermakna : himpunan sepuluh ribu daun, berisikan Bungan Rampai, terdiri dari atas 4496 buah sajak, disusun antara abad ke 5 dengan abad ke 8 M.

4.      Upacara pemujaan
Upaca resmi dan bersifat menyeluruh bagi bangsa Jepang di pustakan di kui Ise, yang terletak pada pesisir tenggara Kyoto, bebas ibukota tua itu, bagi pemujaan Amaterasu Omi Kami (dewi matahari).
Tepatnya berada dikuil Naiku, kuil tua yang terletak pada bagian dalam dank anon dibangun pada tahun 4 SM, kuil itu sangat terpandang suci bagi pemujaan Dewi Matahari, sedangkan pada bagian luar terdapat kuil Geku bagi pemujaan Dewi Makanan, Dewi Ukemochi.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan