MAKALAH “AGAMA MESIR KUNO”
Disampaikan pada Mata Kuliah Agama-Agama Minor
Dosen Pembimbing :
Hj. Siti Nadroh, M.Ag
Disusun Oleh :
ANIS DHAMAYANTI 1110032100009
NUR FARIZA 1110032100014
PRODI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
A.
Sejarah
Mesir Kuno adalah peradaban yang tumbuh subur dari hulu Sungai Nil
sampai wilayah deltanya di Laut Tengah. Sungai Nil adalah sungai terpanjang di
dunia yaitu mencapai 6400 kilometer. Sungai Nil bersumber dari mata air di
dataran tinggi Pegunungan Kilimanjaro di Afrika Timur. Ada empat Negara yang
dilewati sungai Nil yaitu Uganda, Sudan, Ethiopia dan Mesir. Peradaban Mesir
Kuno bertahan lebih dari 3000 tahun sehingga peradaban Mesir Kuno disebut
sebagai peradaban kuno terlama di dunia, sekitar tahun 3300 SM sampai 30 SM.[1]
Oleh karena hujan musiman di Afrika, setiap tahun aliran Sungai Nil
membanjiri tepi sungai. Menurut mitos, air sungai yang mengalir terus tersebut
adalah air mata Dewi Isis yang selalu sibuk menangis dan menyusuri sungai Nil
untuk mencari jenazah puteranya yang gugur dalam pertempuran. Ketika luapan air
menyusut, tanah tersebut menjadi subur karena humus yang dibawa oleh aliran
sungai. Sama seperti di Mesopotamia, daratan sungai Nil juga membutuhkan
pengelolaan yang cermat. Efek peristiwa alami ini memungkinkan orang Mesir Kuno
mengembangkan suatu perekonomian yang berdasar pada hasil pertanian.[2]
Ketika para petani telah mempunyai surplus pangan dan waktu
luang barulah mereka membangun kebudayaan; perdagangan, administrasi, seni,
arsitektur, dan lain-lain. Sungai Nil juga digunakan sebagai jalan raya air
untuk transportasi.
Ada beberapa faktor alam lain yang menjadikan Mesir sebagai
peradaban besar. Kebanyakan daerah Mesir beriklim tropis, ini dapat dilihat
dari lamanya matahari bersinar. Mesir memiliki musim panas lebih lama dari
musim dingin, dengan sekitar 12 jam sinar matahari per hari pada musim panas,
dan sekitar 10 jam sinar matahari per hari pada musim dingin.[3]
Selain itu, wilayah Mesir juga memiliki penghalang alami yang
merupakan perlindungan dari luar. Gurun di sebelah barat dan timur, laut di
sebelah utara, dan bagian sungai Nil yang deras atau air terjun di sebelah
selatan dapat mempersulit serangan musuh. Menurut catatan dan dokumen yang
ditemukan oleh para arkeolog, orang Mesir menyebut negeri mereka Kemet,
yang berarti “Daratan Hitam” yang mengacu pada tanah gelap yang merupakan lahan
subut yang tersisa setelah luapan sungai Nil. Mereka juga menggunakan istilah
lain, Deshret, yaitu “Daratan Merah”, yang mengacu pada gurun yang
terbakar di bawah terik matahari.
Jika dilihat time line Mesir Kuno, maka daratan yang dikenal
sebagai wilayah yang subur ini memiliki pola peradaban yang sangat panjang.
Waktu
|
Peradaban
|
6000 SM
|
Pertanian
dimulai di Lembah Sungai Nil
|
3300-3100 SM
|
Berkembang
kota pertama
|
3000 SM
|
Mesir Atas
dan Mesir Bawah disatukan menjadi satu kerajaan
|
2630 SM
|
Zaman
Piramida, piramida didirikan untuk pertama kalinya
|
Kerajaan
Tua (2649-2134 SM)
2575-2465 SM
2134-2040 SM
|
Selama
pemerintahan dinasti keempat, kekuasaan Mesir meningkat dramatis
Periode
Pertengahan Pertama
Mesir terbagi
menjadi dua kerajaan
|
Kerajaan
Tengah (2040-1640 SM)
2040 SM
1640-1532 SM
|
Sesotris III menyatukan Mesir kembali
Periode
Pertengahan Kedua
Bangsa Hyksos
menduduki Mesir Bawah
|
Kerajaan
Baru (1532-1070 SM)
1504-1492 SM
1285 SM
1070-712 SM
|
Kekaisaran
Mesir mencapai puncak kejayaannya di bawah Tuthmosis I
Ramses
menyatakan kemenangan di Qadesh melawan bangsa Hittites
Periode
Pertengahan Ketiga
Kekuatan
Mesir menurun drastis
|
924 SM
|
Shosenq I
menyerang Israel dan Yudah
|
828-712 SM
|
Mesir dibagi
menjadi lima kerajaan
|
Periode
Akhir 712-332 SM
712 SM
671 SM
525 SM
332 SM
|
Mesir
diperintah oleh raja dari Nubia
Bangsa
Assyria menaklukkan Mesir
Bangsa Persia
menaklukkan Mesir
Mesir
dikalahkan oleh Alexander Agung
|
Dari time line di atas dapat dilihat, bahwa Mesir terbagi dalam dua
bagian, yaitu Mesir Bawah (Lower Egypt), merupakan hilir Sungai Nil,
yang terletak di Utara dekat Laut Tengah, dan Mesir Atas (Upper Egypt),
yang terletak di Selatan lebih dekat hulu Sungai Nil.
Salah satu kota pertama di Mesir bernama Hierakonpolis. Di
Hierakonpolis, orang Mesir kuno juga sudah membuat lembaran seperti kertas dari
daun papirus. Setelah daun papirus dikeringkan, di atasnya mereka dapat
menggambar dan menulis huruf hieroglif.[4]
B.
Kehidupan
Sosial dan Ekonomi
Lembah Nil yang subur menghasilkan gandum, sayur-mayur, dan
buah-buahan yang cukup. Masyarakat terbagi atas golongan-golongan, yaitu;
Firaun dan keluarganya, bangsawan, pedagang dan usahawan, petani, pekerja dan budak.
Di bawah firaun, terdapat bangsawan yang dapat turut mengecap kehidupan yang
mewah. Di bawah bangsawan, terdapat golongan pedagang dan usahawan. Mereka
berdiam di kota-kota dan dapat mengenyam pula hidup yang lebih baik.
Sebaliknya, rakyat terbanyak yang terbagi atas tiga golongan, yaitu petani,
pekerja, dan budak, hidup serba kekurangan. Petani-petani meskipun memiliki
hasil-hasil tanaman, tetapi para pengumpul pajak memungut sebagian terbesar
dari panen mereka. Pekerja-pekerja di kota-kota hidup miskin. Yang terburuk
nasibnya ialah budak-budak yang harus bekerja keras untuk kaum firaun dan kaum
bangsawan.[5]
C.
Perkembangan
Politik
1.
Periode Dinasti
Awal
Periode
Dinasti Awal adalah puncak dari evolusi berlangsung budaya, agama dan politik,
sulit untuk menentukan awal sebenarnya. Menurut tradisi Mesir Kuno, raja
pertama yang memerintah atas seluruh Mesir adalah seorang pria yang bernama
Menes. Dia dianggap sebagai raja pertama Dinasti Awal dan tradisi menunjukkan
bahwa dialah yang menyatukan dua bagian Mesir, yaitu penyatuan Mesir Atas dan
Mesir Bawah. [6]
2.
Periode
Kerajaan Tua (Old Kingdom)
Lahirnya
kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir
Hilir. Sebagai pemersatu, ia diberi gelar Nesutbiti dan digambarkan memakai
mahkota kembar.
Kerajaan
Mesir Tua disebut zaman Piramida, karena pada masa inilah dibangun
piramida-piramida terkenal, misalnya piramida Saqqarah dari Firaun Joser.
Piramida di Gizeh adalah makam Firaun Cheops, Chifren dan Menkawa.
3.
Periode Peralihan
Pertama
Pada
kira-kira tahun 2134-2040 SM yang digolongkan sebagai Periode Peralihan
Pertama, kekuasaan para firaun mengalami penurunan. Runtuhnya kerajaan Mesir
Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM
pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari
Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang melepaskan
diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya, terjadilah perpecahan antara
Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Mungkin karena selama puluhan tahun aliran sungai
Nil amat berkurang dan terjadi bencana lapar. Dan sekali lagi Mesir dibagi
menjadi dua kerajaan.
4.
Periode
Kerajaan Tengah (Middle Kingdom)
Kerajaan
Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia berhasil memulihkan
persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya antara lain; membuka tanah
pertanian, membangun proyek irigasi, pembuatan waduk dan lain-lain. Ia
meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan dagang dengan Palestina,
Syiria, dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil memperluas wilayah ke
selatan sampai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun 1800 SM kerajaan Mesir Tengah
diserbu dan ditaklukkan oleh bangsa Hyksos.
5.
Periode
Peralihan Kedua
Kira-kira
tahun 1640-1532 SM yang disebut Periode Peralihan Kedua, kekuasaan dialihkan ke
beberapa raja lokal. Dan Mesir dijajah oleh orang Hyksos dari Timur Tengah.
Pada akhir periode ini, Hyksos dikalahkan dan diusir oleh firaun Thebes. Sekali
lagi Mesir menyatu.
6.
Periode
Kerajaan Baru (New Kingdom)
Pada
tahun 1532 SM Kerajaan Baru dimulai ketika raja pertama Dinasti ke-18, Ahmosis
I, menyelesaikan pengusiran Hyksos dari Mesir, yang telah dimulai oleh
saudaranya Kamose. Sepanjang Dinasti ke-18, orang Mesir mulai menggunakan
istilah Firaun.
Dalam
susunan pemerintahan di Mesir, Raja disebut Firaun. Ia menempati puncak
kekuasaan yang dipegangnya secara mutlak. Ia juga dianggap sebagai dewa. Segala
segi kehidupan di Mesir diatur dengan Firaun.[7]
Banyak
perluasan kerajaan dilakukan. Mesir di bawah Dinasti ke-18 mengawasi suatu area
yang meluas ke selatan, ke tempat yang kini disebut Sudan, dan ke timur, ke
wilayah Timur Tengah. Dinasti ke-19, Thutmosis I, berhasil menguasai
Mesopotamia yang subur. Dinasti ke-20, Thutmosis III, merupakan raja terbesar
di Mesir. Ia memerintah bersama istrinya, Hatshepsut. Batas wilayah
kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia, di barat sampai
Lybia dan di utara sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut,
ia diberi gelar “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal karena
memerintahkan pembangunan Kuil Karnak dan Luxor. Setelah pemerintahan Thutmosis
III, maka pemerintahan dilanjutkan oleh Amenhotep IV, kaisar ini dikenal
memperkenalkan kepercayaan yang bersifat Monotheis, yaitu hanya menyembah Dewa
Aton (dewa matahari) yang merupakan roh dan tidak berbentuk. Dan pemerintahan
terakhir dipimpin oleh Ramses II, ia dikenal membangun bangunan besar bernama
Ramesseum dan Kuil serta makamnya di Abu simbel. Ia juga pernah memerintahkan
penggalian sebuah terusan yang menghubungkan daerah sungai Nil dengan Laut
Merah, namun belum berhasil.[8]
Tiap dinasti sebetulnya jarang puas dengan
kekuasaan dan kekayaannya. Akibat kerakusan itu mereka mulai berperang dan
memperluas wilayah. Bangsa-bangsa yang menempati wilayah selatan, utara, barat,
dan timur dijajah, dirampas hartanya dan rakyatnya dipakai sebagai budak.
7.
Periode
Peralihan Ketiga
Selama
hampir tiga abad Mesir lumpuh tidak berdaya menghadapi serbuan-serbuan dari
Asia, pada tahun 800 SM, Mesir terpaksa harus membayar upeti kepada raja-raja
Assyiria. Selanjutnya, pada abad ke-6 SM, Mesir ditaklukkan oleh Persia.[9]
8.
Periode Akhir
Kekuatan
Mesir tidak disegani lagi oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan Mesir berhasil
dijajah dan dikuasai oleh beberapa bangsa; Nubia, Assyria, Persia, dan Yunani
(Macedonia).
Tahun
332 SM, Raja Macedonia, Alexander Agung menaklukkan Mesir dan memasukannya ke
dalam Kerajaan Hellenistiknya. Ketika Alexander meninggal tahun 332 SM,
temannya, Jendral Ptolemeus menjadi gubernur Mesir. Pada 305 SM, ia menjadi
raja Mesir, dengan begitu didirikanlah dinasti firaun Ptolemeus. Para penguasa
Hellenistik memegang kekuasaan di Mesir selama hampir 300 tahun. Pada masa
terakhir pemerintahan dinasti Ptolemeus, Mesir diperintah oleh seorang firaun
perempuan, Cleopatra VII. [10]
D.
Sistem
Kepercayaan bangsa Mesir
a)
Tulisan
Masyarakat
Mesir mengenal bentuk tulisan yang disebut Hieroglyph berbentuk gambar. Tulisan
hieroglyph ditemukan di dinding piramida, tugu obelisk[11]
maupun daun papirus. Huruf hieroglyph terdiri dari gambar dan lambang berbentuk
manusia, hewan dan benda-benda. Setiap lambang memiliki makna. Tulisan ini
kemudian berkembang menjadi lebih sederhana yang dikenal dengan tulisan
hieratic [12]dan
demotis[13].
Huruf-huruf Mesir itu semula menimbulkan teka-teki karena tidak diketahui
maknanya. Secara kebetulan ketika Napoleon menyerbu Mesir pada tahun 1799,
salah satu anggota pasukannya menemukan batu besar berwarna hitam di daerah
Rosetta.[14]
Batu
itu kemudian dikenal dengan nama batu Rosetta yang memuat inskripsi dalam tiga
bahasa. Dengan terbacanya isi batu Rosetta, terbukalah tabir mengenai
pengetahuan Mesir kuno yang kita kenal sampai sekarang. Selain di batu, tulisan
Hieroglyph juga ditemukan di kertas yang terbuat dari batang papirus.
b)
Sistem Kalender
Masyarakat
Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan siklus peredaran bulan
selama 29,5 hari. Karena dianggap kurang tetap, kemudian mereka menetapkan
kalender berdasarkan kemunculan bintang anjing (Sirius) yang muncul setiap
tahun. Mereka menghitung satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan
lamanya setahun adalah 365 hari yaitu 12 x 30 hari lalu ditambahkan 5 hari.
Penghitungan
kalender Mesir dengan sistem Solar kemudian diadopsi oleh bangsa Romawi menjadi
kalender Romawi dengan sistem Gregorian. Sedangkan bangsa Arab kuno mengambil
alih penghitungan sistem lunar menjadi tarik Hijrah.[15]
c)
Seni bangunan
(Arsitektur)
Dari
peninggalan bangunan-bangunan yang masih bisa disaksikan sampai sekarang
menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah memiliki kemampuan yang menonjol di bidang
matematika, geometri dan arsitektur.
Peninggalan
bangunan Mesir yang terkenal adalah piramida dan kuil yang erat kaitannya
dengan kehidupan keagamaan. Piramida dibangun untuk tempat pemakaman Firaun.
Arsitek terkenal pembuat piramida adalah Imhotep. Bangunan ini biasanya
memiliki kamar bawah tanah, pekarangan dan kuil kecil di bagian luarnya.[16]
Piramida
terbesar adalah makam raja Cheops, yang tingginya mencapai 137 meter di Gizeh.
Selain Cheops, di Gizeh juga terdapat piramida Chefren dan Menkaure. Di Saqqara
juga terdapat piramida firaun Joser.
Selain
piramida, bangunan Mesir biasanya besar-besar. Yang khas ialah kuil untuk
bermacam-macam dewa. Tiang-tiang kuil itu besar-besar, yang kelak terlihat
pengaruhnya pada seni bangunan Yunani. [17] Kuil
terbesar dan terindah adalah kuil Karnak untuk pemujaan Dewa Amon Ra. Kuil
Karnak panjangnya ±433 meter, tiang-tiangnya setinggi 23,5 meter dengan
diameter ±6,6 meter. Tembok, tiang dan pintu gerbang dipenuhi dengan lukisan
dan tulisan yang menceritakan pemerintahan raja.
E. Piramida Mesir, Mumi, dan Kepercayaan
Piramida adalah monumen yang
terkenal di Mesir Kuno. Piramida telah dibangun oleh
para raja Mesir
pada zaman Kerajaan Tua dan Kerajaan Tengah sebagai simbol
kerajaan yang megah. Piramida terdiri atas susunan batu raksasa (sampai
15.000 kg per batu) yang harus dibawa dari jauh. Pembangunan piramida
memerlukan banyak tenaga (ahli bangunan, pemahat, pelukis, arsitek dan
budak). Piramida yang paling besar adalah piramida Raja Khufu yang
dikerjakan oleh 20.000 pekerja selama puluhan tahun. Piramida Khufu terbentuk dari
2 juta batu (masing-masing beratnya 15.000 kg). Piramida berfungsi sebagai
kuburan raja Mesir yang sangat megah, mewah, mahal
dan rumit secara ilmu arsitektur.
Pada zaman ketika pembangunan
piramida-piramida, logam perak dan emas sudah dapat dicairkan (Zaman Logam). Emas dan perak
tersebut diolah
menjadi perhiasan-perhiasan serta patung-patung.
Di dalam piramida berisi banyak perhiasan dan patung-patung dari emas, perak, dan
permata sehingga
menjadi incaran para perampok dan para penjajah. Biasanya para
firaun dan keluarganya sudah mulai membangun piramida mereka
pada saat mereka sudah dewasa. Semua dinding dihias dengan gambar dan
tulisan yang mengaggung-agungkan diri mereka sendiri. Bentuk piramida yang
melancip melambangkan sinar matahari yang menyorot, sehingga firaun yang
dikubur di sana dipercaya dapat naik ke surga.
Kompleks pekuburan besar ini menyediakan
sangat banyak informasi tentang masyarakat dan kebudayaan Mesir Kuno. Pembangunan piramida tidak dilakukan lagi
setelah ujung Kerajaan Tengah. Para raja Mesir selanjutnya menunjukkan kekuatan
mereka dengan membangun kuil, yang mereka tunjukan dengan pahatan dan ukiran
monumental.
Hal lain yang menarik di Mesir
adalah mumi (mayat yang diawetkan). Ketika raja
meninggal, badannya dimumikan. Segala organ tubuh bagian dalam dikeluarkan
termasuk otak (kecuali hati). Sesudah itu bahan-bahan kimia alami
digunakan untuk mengawetkan tubuh kosong firaun. Proses pengawetan memerlukan
waktu 70 hari. Tubuh dibungkus dengan kain-kain yang berisi jimat
sebagai benda kramat yang dapat menghindari segala peristiwa buruk. Sesudah
diupacarai oleh para pendeta Mesir, mumi ditempatkan dalam satu peti
mayat yang biasanya berisi ukiran emas dan permata. Ini memastikan bahwa
badan raja yang utuh berlanjut sebagai sebuah rumah untuk jiwanya.
Mayat raja dengan khidmat
dikebumikan di kamar penguburan, tepat di pusat piramida. Dinding
bagian dalam piramida telah diukir dengan teks suci dan
mantra, dan kamar telah dilengkapi dengan harta yang mewah untuk digunakan
oleh raja di alam baka (gerobak-perang, makanan, minuman, emas,
permata, pakaian. Setelah pemakaman raja, jalan lintasan pintu masuk ke kamar disegel dengan
batu untuk
melindunginya dari perampok.
Pada masa ini, Mesir sudah mengenal
kepercayaan yaitu “ada kehidupan setelah mati”.
Kepercayaan ini dapat diteliti berkat peninggalan berbentuk batu-batu
dan lukisan di dinding piramida yang berisi huruf hieroglif. Ternyata mereka
percaya pada istilah surga sebagai wilayah yang mirip dengan keadaan tepi
sungai Nil, disebut “Ladang-ladang ber-Papirus (Fields of Reeds)”, yang segala
tanaman tumbuh berlimpah. Dewa Osiris menjaga pintu masuk surge dan
hanya mengizinkan masuk roh-roh yang sepanjang hidupnya berkelakuan baik.
Sebelum roh-roh mendapat izin masuk surga mereka harus melewati perjalanan
dan siksaan yang dahsyat di neraka. Untuk memungkinkan perjalanan
ini dapat dilewati dengan baik, banyak upacara dan mantra-mantra harus
dikumandangkan.
Orang Mesir percaya hidup setelah mati. Awalnya, hanya Fir’aun dan keluarga
dekatnya saja yang dianggap dapat hidup abadi. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya semua orang dapat hidup abadi setelah mati.[18]
Masyarakat Mesir menyembah banyak dewa-dewi (politeisme). Dewa-dewi Mesir
kebanyakan merupakan manifestasi dari alam. [19]
Tetapi terkadang memiliki kepercayaan animisme, dan kadang-kadang
totemisme, yaitu memuja dewa-dewa, roh-roh, dan binatang yang dianggap suci.
Bangsa Mesir Kuno sangat memuliakan matahari yang disebut dewa Ra. Matahari
dipandang dewa yang sangat berkuasa yang menentukan nasib bangsa Mesir pada
saat itu.
F. Keyakinan bangsa Mesir Kuno
1.
Bangsa Mesir Kuno menyembah banyak dewa
Ketika Mesir terdiri dari 42 wilayah sebelum
disatukan Mina, setiap wilayah memiliki dewa khusus yang disembah. Mereka
mendirikan beberapa kuil dan membuat patung para dewa. Pada hari-hari besar,
mereka berkerumun mengitari patung-patung itu. Ada daerah yang menyembah elang
sebagai simbol kekuatan, ada juga yang memuja sapi sebagai simbol kebenaran dan
kasih sayang.[20]
2. Keyakinan terhadap kebangkitan dan keabadian
Bangsa Mesir Kuno percaya bahwa manusia akan
dibangkitkan kembali setelah kematian untuk hidup abadi. Ketika kematian
menjemput, arwah seseorang akan naik ke langit berbentuk seperti burung. Jika
jasadnya tetap utuh setelah dimakamkan, maka arwahnya akan kembali kepadanya.
Jadi, dimata bangsa Mesir Kuno kematian bukanlah sebuah akhir, karena seseorang
akan hidup kembali seperti semula. Keyakinan inilah yang membuat mereka
memumikan jenazah seseorang. Demi menjaga keutuhannya. Inilah yang mendorong
mereka mendorong mereka membangun piramida besar.
Kepercayaan bangsa Mesir bahwa ada hidup
setelah kematian dibuktikan dengan “kunci kehidupan” (Ankh) yang merupakan salib Fir’aun. Kunci kehidupan ini
terdapat di makam-makam dan dinding–dinding kuil. Kunci kehidupan ini merupakan
simbol kehidupan yang kekal, simbol paling suci dalam peradaban raja-raja
Fir’aun. [21]
3. Keyakinan tentang penghitungan setelah
kematian
Pengadilan orang mati dalam naskah Papyrus
yang berasal dari Thebes yang mengacu pada tahun 1025 SM termaktub, dewa Anobis
menimbang jantung si mayat dengan timbangan keadilan. Sementara Osiris sebagai
dewa kematian berada disebelah kanan Anobis mengikuti persidangan. Karena
itulah bangsa Mesir Kuno percaya bahwa arwah setelah mati akan dipersidangkan
sesuai perbuatna yang dilakukan di dunia. Dengan begitu, orang baik akan
diganjar pahala kebaikannya, dan orang jahat akan dihukum atas kejahatannya.
Persidangan tersebut terdiri dari 42 hakim
yang mewakili beberapa wilayah Mesir yang dipimpin oleh dewa Osiris sebagai
dewa kematian. Sementara itu, jantung si mayat diletakkan disalah satu siis
timbangan dan disisi lainnya diletakkan bulu mewakili dewi Maat,, dewi
kejujuran dan keadilan, sekaligus putri dewa Ra. Karena itu bila timbangannya
ringan berarti seseorang itu suci yang akan ditempatkan surga, dan bila
timbangannya berat berarti dia adalah pendosa yang akan digiring ke neraka.
Kepercayaan bangsa Mesir Kuno terhadap pahala
dan siksa di akhirat adalah buah diutusnya sejumlah para nabi mereka, seperti
nabi Ibrahim, Yusuf, Musa dan Harun. Dengan begitu, pengaruh tersebut yang
mendorong mereka mencatat perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang
buruk.[22]
4. Keluhuran monotheisme
Hal ini nampak dalam hal kepercayaan keagamaan hasil ajaran Farao Achnaton
esensi ajarannya merupakan kekuatan reaksi terhadap kepercayaan agama
masyarakat dan raja yang telah berakar serta berkembang berabad-abad lamanya
yakni pemujaan terhadap banyak dewa. Farao Achnaton memaksakan kepada rakyatnya
untuk mengikuti ajaran monotheisme yaitu kepercayaan kepada satu dewa saja;
dewa Aton; dewa matahari terbit di ufuk
timur.
Dari segi politik ajaran Achnaton berarti mematahkan kekuasaan pendeta
dalam pemerintah sebab Achnaton adalah seorang raja yang membenci dewa Amon ikut
serta dalam pemerintah. Bahkan kuil Amon di Memphis dan kuil-kuil lainnya
dihilangkan, diganti dengan kuil Aton di Thebe, kota Achet. Kuil Aton ini
terletak ditengah-tengah padang pasir dikelilingi dinding persegi panjang tanpa atap di atasnya, di tengah-tengahnya
dibangun suatu oblisk lambang pemujaan dewa Aton.
demikianlah gambaran umum kepercayaan Mesir
Kuno terhadap dewa serta pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari dalam
kaitannya dengan hidup kegamaan mereka. Agar mereka tidak berlarut-larut dalam
jurang kesesatan, tahayul-tahayul serta hurafat-hurafat, maka Allah segera
mengutus Nabi Musa pada masa Farao Ramses II pada abad ke-13 SM. untuk
meluruskan sistem kepercayaan mereka yang tidak benar itu.
Walaupun Farao Ramses II saat itu tidak mau mengikuti ajaran Nabi Musa,
namun akhirnya ajaran Nabi Musa berdasarkan monotheisme mutlak dengan 10
perintahnya (Ten Commendements) dapat mendobrak polytheisme bangsa tersebut
termasuk tradisi-tradisi kepercayaan paganistis (keberhalaan) mereka.
Akhirnya riwayat agama paganisme dan polytheisme Mesir Kuno mengalami
kehancuran total bersama dengan runtuhnya kerajaan Farao pada abad ke-6 SM.[23]
G. Jenis-jenis dewa bangsa Mesir Kuno
Dewa yang paling tinggi ialah Ra (matahari waktu tengah hari). Dewa Ra
dipandang sebagai dewa yang melahirkan dewa-dewa lainnya sehigga terdapat 9
orang dewa pokok, sebagai berikut:
1. Dewa Ra: dewa matahariDewa Nut : dewa langit
2. Dewa Geb : dewa bumi
3. Dewa Su : dewa hawa
4. Dewa Tefnit : dewa udara panas
5. Dewa Oziris : dewa sungai nil
6. Dewa Isis : dewa kesuburan
7. Dewa Sit : dewa padang pasir
8. Dewa Nefus : dewa kekeringan
H. Hewan yang dipandang suci
Selain diatas, mereka juga menunjukkan dewa-dewa kecil yang bersifat
individual atau bersifat lokal (setempat). Dewa-dewa kecil dipuja oleh kelompok
suku-suku, dinasti dari raja-raja/Farao tertentu. Dengan kepercayaan kepada
adanya dewa-dewa kecil itu, maka muncullah 42 dewa-dewa yang terdiri dari 9
dewa besar, dan 33 dewa kecil lainnya yang\ mendapat pemujaan sepanjang masa.
Dewa-dewa kecil itu melambangkan kekuatan alam dan juga terdiri dari
binatang-binatang yang dipandang suci
dan dipuja oleh mereka seperti:
Dewa Aton : dewa matahari diufuk timur (pagi
hari)
Dewa Horus : dewa dimusim semi
Dewa Funix : dewa burung bangau
Dewa Ibis : dewa burung air
Dewa Hator : dewa sapi
Dewa Apis : dewa lembu jantan yang sangat
disucikan oleh pendeta-pendeta
Binatang yang dipandang suci adalah kucing, anjing, buaya, dan sebagainya.
Dan itu disebut dengan Totemisme, yang merupakan jenis binatang suci dari para
dewa. Pembatasan-pembatasan moral yang dalam, dilarang membunuh, serta
menyakiti orang lain adalah berasal dari faham totemisme ini. Jadi jika bangsa Mesir memuja binatang baik secara simbolis maupun
langsung, maka hal tersebut disebabkan karena watak dan jalan pikirannya
terpengaruh oleh kesederhanaan dalam memahami gejala alam sekitar.
I. Kepercayaan Tentang Jiwa dan Ruh
Menurut Mesir Kuno pikiran tentang kepercayaan kekalnya ruh itu merupakan
hal yang sederhana saja yang mereka anggap bahwa ruh adalah seperti angin atau
hawa yang tidak nampak bentuk dan rupanya., tetapin dapat dirasakan
kekuatannya. Demikian pula ruh manusia merupakan unsur yang menyebabkan
bernapas sepanjang hidup itu. Ruh disebut “BA” yakni ruh yang benar-benar dan
kekuatan lain yang disebut “KA” yaitu jiwa atau tubuh halus.
Dari kedua unsur tersebut ada hubungannya yaitu kekuatan yang disebut “KA”.
Apabila manusia meninggal dunia maka “KA”selalu mendatangi tubuh jamaninya dan
memberi nasihat kepada keluarganya. Itulah sebabnya timbul pemikiran untuk
membuat mummi agar tubuh mayat itu tidak rusak, sehingga “KA” senang mendatangi
tubuhnya itu.
Mayat Farao atau raja-raja, selain diawetkan dengan mummi juga dibalut
dengan emas yang sama bentuk dan rupanya. Setelah itu dikuburkan dalam
piramida-piramida atau kuburan batu lembah raja-raja. Piramida tertinggi di
Mesir adalah piramida Raja Cheops 137 meter tingginya; sedang mummi yang paling
terkenal karena seninya serta mutu emasnya ialah mummi Tut Ank Amon yang telah
terbaring dalam suatu pemakaman kuburan batu selama 33 abad lamanya.
Para ahli purbakala telah mengadakan penggalian kuburan secara luas dan
menemukan 64 buah kuburan raja-raja yang disertai dengan kekayaan bernilai
tinggi sekali yang dikuburkan bersama mereka.
Apabila dibandingkan dengan ayat dalam al-Qur’an Surat al-Isra: 75
disebutkan
“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh: katakanlah kepada mereka bahwa ruh
itu urusan Tuhanku dan tidaklah Allah memberikan ilmu kepadamu kecuali hanya
sedikit saja”.
Oleh karena itu, diyakini segala macam teori
tentang jiwa baik yang pernah atau yang dikemukakan para ahli ilmu pengetahuan
tidak lain hanyalah bersifat spekulatip belaka, sedang hakekat kebenaran belum
dapat diyakini karena masing-masing teori hanyalah meninjau dari satu aspek
diantara beberapa aspek yang ada pada objek kebenaran itu.
Adapun ibadat yang paling tetap, paling
menyeluruh, paling kuat dan lebih tahan lama ialah pemujaan orang-orang mati
dan nenek moyang tanpa diragukan lagi. Kesuburan tanah mempunyai kedudukan yang
tidak perlu mengherankan. Mereka melambangkan alam keseluruhannya dengan sapi
yang menerbitkan bintang dari perutnya, atau dengan seorang perempuan yang
membongkok ke tanah dengan tangannya, sedang “Shaw” dewa udara menyandarinya
dengan kedua tangannya.
“Cha” jalan mereka yang paling kuno tentang
asal-usul alam yang makmur ialah bahwa alam ini adalah lautan air yang luas,
dimana sebutir telur besar mengapung diatasnya, dan dari telur ini keluarlah
dewa Matahari, dan ia menurunkan empat orang anak, yaitu “Shaw”, “Tefnut”, yang
keduanya berdiri diangkasa, kemudian “Geb” dewa Bumi, dan “Nut” dewa langit.
Kemudian langit kawin dengan bumi, maka keduanya menururnkan Osiris, Isis, Set,
Nephtys. Jadi mereka semua adalah sembilan dewa pada permulaan kejadian yang
lahir dari perkawinan bumi dengan langit,. Kemudian segala sesuatu berada
ditangan tiga orang dewa, yaitu Osiris, Isis, dan Herus.
Masih ada bentuk lain tentang kisah penciptaan, yang keringkasannya ialah
bahwa Re sendiri, yaitu dewa Matahari, adalah raja Mesir pada suatu masa.
Mereka membuktikan kisah yang banyak beredar dalam dongeng-dongeng yaitu bahwa
Re, raja Dunia menerima penduduknya yang terdiri dari manusia. Kemudian
rakyatnya memberontak terhadapnya, maka Re menguasakan Hathor, dewa Siksaan
perempuan atas mereka, akan tetapi Re merasa kasihan terhadap mereka karena
kekejaman Hathor. Kemudian Re meninggalkan dunia dan ia membawa sapi langit di
punggungnya, dan berdiamlah ia disana, kemudian sesudah beberapa waktu
pribadinya bercampur dengan Osiris. [24]
Daerah Mempis memuja dewa Matahari dengan nama Ptah, daerah Ainus-Syams
atau Hello- Polis dengan nama Re, dan kadang-kadang dengan nama Atum, daerah
Thebes dengn nama Aman.[25]
Ptah merupakan pemujaan yang paling dekat kepada pengertian-pengertian
rohani, karena Ptah sudah meningkat dari dewa pembuat yang pandai tentang
bangunan, patung-patung dan pekerjaan lain, menjadi dewa yang khusus untuk
membangun tempat peribadatan yang suci, yang menurut mereka menjadi contoh bagi
alam dengan bumi dan langitnya. [26]
Dari doa Akhnaton dapatlah diketahui sifat-sifat Tuhan yang diserukannya
untuk menyembah Dia semata-mata tanpa lainnya. Ternyata sifat tersebut adalah
sifat yang tertinggi dan yang bisa dicapai oleh permohonan manusia pada masa
dahulu dalam menemukan kesempurnaan Tuhan.
Dia adalah zat yang hidup, yang memulai hidup, Raja yang tidak ada sekutu
baginya. Dalam kerajaan, pencipta janin dan air mani (sperma) yang daripadanya
bertumbuhlah janin itu, penghembus nafas hidup pada setiap makhluk, jauh karena
kesempurnaannya dan dekat karena nikmatnya, mensucikan namanya makhluk di bumi
dan orang tua yang berambut janggut, serta berkalungkan kunci-kunci kekuasaan,
yang berasal dari awal kejadian dimana tidak ada sesuatu kecuali air dan gelap.[27]
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Akkad, Abbas Mahmoud, Ketuhanan Sepanjang
Ajaran Agama-agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Al-Maghlouth, Sami, Bin Abdullah, Atlas
Agama-Agama, Jakarta: Almahira, 2011
Arifin, H.M., Menguak Misteri Ajaran
agama-agama Besar, Jakarta: Golden Terayon Press, 1986
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah
Umum Untuk SMP I, Bandung, 1979
Tim BSB (Belajar Sambil Bermain), Sekilas Sejarah Dunia,
Bali:Yayasan Gemah Ripah, 2011
Wuryaningsih, M.Y. Sri, Modul Sejarah Kelas I SMU.
www.ancient-egypt.org diakses pada tanggal 19 Maret 2013
[1]
Modul Sejarah Kelas 1 SMU, Dra. M.Y. Sri Wuryaningsih, hal. 14
[2]
Sekilas Sejarah Dunia, Tim BSB
(Belajar Sambil Bermain) Yayasan Gemah Ripah, 2011, hal. 28
[3]
Ibid, hal.29
[4]
Kata hieroglif datang dari istilah Yunani, hiero-glyphikos yang artinya
ukiran sakral. Dalam kaitannya dengan ini mula-mula digunakan untuk menunjuk
pada objek dan konsep. Bentuk-bentuk hieroglif berupa gambar benda yang ada di
lingkungan orang Mesir. Beberapa contoh paling awal tentang tulisan di Mesir
digunakan sebagai alat untuk menamai dan juga menjumlahkan benda tertentu
[5]
Sejarah Umum Untuk SMP Kelas 1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta,
1979, hal. 19
[6]Dikutip
dari: www.ancient-egypt.org diakses
tanggal 19 Maret 2013
[7] Sekilas
Sejarah Dunia, Tim BSB (Belajar Sambil Bermain) Yayasan Gemah Ripah, 2011, hal.
34
[8]
Modul Sejarah Kelas 1 SMU, Dra. M.Y. Sri Wuryaningsih, hal. 18
[9]
Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-Agama, hal.477
[10] Sekilas
Sejarah Dunia, Tim BSB (Belajar Sambil Bermain) Yayasan Gemah Ripah, 2011, hal.
34-35
[11]
Obelisk yaitu tugu batu yang tinggi dan ujungnya runcing untuk pemujaan
[12]
Hieratis yaitu tulisan suci yang digunakan oleh pendeta
[13]
Demotis yaitu tulisan rakyat untuk menuliskan kegiatan atau hal-hal duniawi
[14]
Modul Sejarah Kelas 1 SMU, Dra. M.Y. Sri Wuryaningsih, hal. 21-22
[15]
Ibid, hal. 22-23
[16]
Ibid, hal.23-24
[17]
Sejarah Umum Untuk SMP I, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 20
[18] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Sejarah Umum untuk SMP Kelas 1, h. 19.
[21] Ibid, h. 458.
[22] Ibid, h. 450-451.
[23] H. M. Arifin, M. Ed., Menguak Misteri
Kerajaan Agama-agama Besar, h. 11-14.
[24] Abbas Mahmoud Al-‘Akkad, Ketuhanan
Sepanjang Ajaran Agama-agama, h. 53.
[25] Ibid, h. 54.
[26] Ibid, h. 52
[27] Ibid, h. 60.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan